Minggu, 11 September 2016

Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci


BAB I


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Remaja merupakan sumber daya manusia yang menjadi modal utama setiap bangsa yang ada di dunia untuk mencapai cita-cita dan masa depan bangsa. Remaja diharapkan dapat belajar dan menimba ilmu dengan baik agar mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas. (Tiara, 2013:1).
Pada  masa  remaja  seharusnya mereka memahami berbagai proses perubahan yang terjadi dalam dirinya. Namun, keterbatasan  kemampuan  berpikir  dan  kurang  informasi  membuat  mereka  sulit untuk  memahami  berbagai  proses  perubahan  yang  terjadi  dalam  diri  mereka. Termasuk di  dalamnya  adalah perubahan intelektual yang lebih dalam berpikir. Perubahan intelektual dari cara berpikir remaja inilah yang memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosialnya dengan orang dewasa, yang merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. Piaget  (dalam  Hurlock 1980 : 206).

1
Semakin mudah dan cepatnya arus komunikasi saat ini dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan mendorong remaja untuk mencoba sesuatu yang baru dan dapat menjadikan semua itu sebagai pengalaman yang berarti baik yang sifatnya positif maupun negatif. Disebut positif karena dengan adanya arus komunikasi dan informasi yang mudah dan cepat diharapkan para remaja dapat berkarya dan berprestasi lebih. Namun juga bisa menjadi negatif yaitu mendorong remaja untuk berperilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat.
Banyak kalangan remaja saat ini melakukan tindakan menyimpang yang diluar batas dirinya. Hal ini dikarenakan cepatnya mengakses informasi di berbagai belahan dunia membuat dunia ini seolah semakin sempit, dan akibatnya menimbulkan adanya pergeseran perilaku pada individu, kelompok dan masyarakat dalam lingkungan sosialnya. (http://www.pelita.or.id/baca. php? id= 39750, diakses pada tanggal 28 november 2014 Pukul 22.40 WIB).
Ketika hal ini terjadi, salah satu kelompok yang paling rentan untuk ikut serta terbawa arus adalah para remaja. Dalam persfektif psikologi juga mengatakan, masa remaja merupakan masa yang kritis. Kenapa demikian karena pada masa remaja mengalami masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa kedewasaan yang sering ditandai dengan adanya krisis kepribadian. Perubahan-perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan kegelisahan-kegelisahan internal, misalnya timbulnya rasa tertekan, dorongan untuk mendapatkan kebebasan, goncangan emosional, rasa ingin tahu yang menonjol, adanya fantasi yang berlebihan, ikatan kelompok yang kuat, dan krisis identitas. (Kartono  (1992  :  66).
Masyarakat yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dengan kebudayaan sosial yang berbeda serta memiliki angka kemiskinan yang cukup tinggi dan sangat minimnya fasilitas fisiknya, ditambah dengan banyaknya kasus penyimpangan dan pengangguran yang dapat memberikan tekanan-tekanan tertentu, dapat memberikan rangsangan kuat kepada anak untuk menjadi jahat. (Soekanto, Soejono. 1996 dalam Julianti, 2012:2). Kehidupan di wilayah-wilayah yang padat penduduknya biasanya ditandai dengan adanya saling mempengaruhi, termasuk di dalamnya adanya pengaruh buruk dari lingkungan.
Pengaruh yang buruk itulah yang dapat membawa remaja ke hal-hal yang tidak baik, seperti penyalah gunaan lem banteng. Sesuatu yang melanggar norma-norma yang ada di dalam masyarakat ini sangat menarik perhatian, begitu juga dengan remaja saat ini. Dimana saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja, padahal lem banteng kegunaan nya sudah jelas untuk menempel barang-barang yang telah rusak, tetapi remaja pada saat ini malah menggunakan lem banteng untuk mabuk-mabukan,  Perilaku anak remaja yang nyata bersifat melawan hukum dan anti sosial tersebut pada umumnya tidak disukai oleh masyarakat, sehingga hal ini dapat dikatakan menjadi suatu prilaku menyimpang. (Sudarso, 1995 dalam Julianti, 2012:3).
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa penyalah gunaan lem banteng adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari pihak yang berwenang untuk memperbaiki perilaku menyimpang tersebut. Perilaku menyimpang juga sering disebut sebagai suatu penyakit dalam masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkahlaku umum.
Disebut sebagai penyakit sosial masyarakat karena gejala sosial tersebut meresahkan masyarakat sehingga menimbulkan suatu masalah sosial. (Nurseno, 2009). Demikian masa remaja meliputi pertumbuhan, perkembangan, kematangan, dan perubahan yang berlangsung secara bertahap dari masa sebelumnya. Oleh karena itu, untuk menjalani masa tersebut sering sekali remaja terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik atau menyimpang.
Bertitik tolak dari latar belakang di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul: Prilaku Menyimpang, Penyalah gunaan lem banteng bagi Remaja di Desa Simpang tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci”.  
B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, pertanyaan peneliti ini sebagai berikut.
1.      Apa dampak perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja di Desa Simpang Tutup. Kec. Gunung Kerinci. Kab. Keb. Kerinci.
2.      Apa faktor penyebab terjadinya prilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja di Desa Simpang Tutup. Kec. Gunung Kerinci. Kab. Kep. Kerinci






C.    Tujuan Penelitian
1.      Mengungkap dampak perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja di Desa Simpang Tutup Kec. Gunung Kerinci. Kab. Kerinci.
2.      Mengetahui deskripsi faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja di Desa Simpang Tutup Kec. Gunung Kerinci. Kab. Kerinci.
D.    Manfaat Penelitian
1.    Secara Akademis
a.       Memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana S1 pada jurusan Pendidikan Sosiologi di STKIP PGRI Sumatera Barat.
b.      Untuk pengembangan dan pengaplikasian dalam materi serta teori-teori sosiologi yang didapat di bangku kuliah diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat secara umum dan bagi peneliti pada khususnya. 
2.      Secara Praktis
a.    Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berfikir dalam menganalisis setiap persoalan yang berhubungan dengan perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng bagi remaja dan mencari pemecahan masalahnya.
b.    Menambah wawasan dan referensi bagi peneliti dan pembaca.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teoritis
Dewasa ini perkembangan pemberian label yang dikemukakan masyarakat semakin meningkat. Biasanya label yang dikemukakan masyarakat adalah label yang negatif dan sasarannya adalah individu yang dianggap menyimpang. Individu yang rentan terhadap label adalah remaja, dimana pada masa remaja adalah masa pencarian identitas dan pada masa ini remaja harus bisa melewati krisisnya agar tidak terjadi kebingungan identitas. Teori Labeling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap/label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. (Ahmadi, 2005:297).
Menurut para ahli teori labeling, mendefinisikan penyimpangan  merupakan sesuatu yang bersifat relatif dan bahkan mungkin juga membingungkan. Karena untuk memahami apa yang dimaksud sebagai suatu tindakan menyimpang harus diuji melalui reaksi orang lain.
Oleh karena itu Howard becker (1963) (dalam Ahmadi, 2005:297) menjelaskan :
“deviasi bukanlah merupakan kualitas dari perilaku seseorang, namun lebih merupakan konsekuensi dari pelaksanaan aturan yang ditetapkan oleh kekuasaan dan sanksi yang dijatuhkan. Seorang deviasi adalah orang yang mendapatkan label dan menjalankan perilaku deviasi sesuai dengan label yang diberikan orang kepadanya”




6
 


Menurut Lemert (dalam Sunarto, 2004) menjelaskan :
Teori Labeling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap/label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut.

Teori labeling menjelaskan penyimpangan terutama ketika perilaku itu sudah sampai pada tahap penyimpangan sekunder (secondary deviance). Dalam penjelasannya teori labeling juga menggunakan pendekatan interaksionis yang tertarik pada konsekuensi dari interaksi antara si penyimpangan dan masyarakat biasa (konvensional). Teori ini tidak berusaha untuk menjelaskan mengapa individu tertentu tertentu tertarik atau terlibat dalam tindakan menyimpang, tetapi yang lebih ditekankan adalah pada pentingnya defenisi-defenisi sosial dan sanksi-sanksi sosial negatif yang dihubungkan dengan tekanan-tekanan individu untuk masuk dalam tindakan yang lebih menyimpang. Analisi tentang pemberian cap itu dipusatkan pada reaksi orang lain. Artinya ada orang yang memberi defenisi, julukan, atau pemberi label (definers/labelers) pada individu atau tindakan yang menurut penilaian orang tersebut adalah negatif.(Kolip, 2011:240)

B.     Penjelasan Konseptual
1.      Perilaku Menyimpang
Perilaku memiliki pengertian yang luas. Perilaku yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang. Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai “reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks” (Azwar 2002 : 9).

Chaplin (1981 : 53) menerangkan :
perilaku adalah segala respon (reaksi, tanggapan, jawaban, balasan) yang dilakukan oleh suatu organism, secara khusus, bagian dari satu kesatuan pola reaksi, dan suatu perbuatan atau aktivitas.

Perilaku menyimpang tampaknya juga mempunyai konotasi luas, tergantung pada cara pandang yang diterapkan. Dalam uraian berikut ini diketengahkan perspektif atau model berfikir yang umum dikenal dalam ilmu pengetahuan yakni dua model berfikir yaitu
a.       Aliran pemikiran positivisme dan
b.      Aliran pemikiran alamiah.
Secara singkat dapat dikatakan, aliran pemikiran positivisme berakar dari teori August Comte dan Emile Durkheim pada abad ke 19 dan awal abad ke 20. Para positivis dalam mencari pemahaman terhadap fakta dan penyebab fenomena sosial kurang mempertimbangkan keadaan subyektif individu. Durkheim menyarankan kepada ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai suatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksakan pengeruh tertentu terhadap perilaku manusia.
Alamiah bersumber pada pandangan Max Weber yang diteruskan oleh Irwin Deucher dan lebih dikenal sebagai pandangan “fenomenologis”. Fenomenologis berusaha memahami perilaku manusia dari segi kerangka berfikir maupun bertindak orang-orang itu sendiri. Bagi mereka, yang penting ialah kenyataan yang terjadi sebagai yang dibayangkan atau difikirkan oleh orang-orang itu sendiri. (Moleong, Lexi 1989:12).
Cara berfikir di atas, juga ikut mewarnai model berfikir dalam bidang ilmu pengetahuan tentang kejahatan (kriminologi). Dalam kriminologi pun dikenal aliran-aliran pemikiran yang sedikit banyak menyerupai paradigma di atas.
Dalam kriminologi dikenal adanya :
a.       Aliran pemikiran kriminologi positivisme dan
b.      Aliran pemikiran kriminologi kritis.
Dua aliran pemikiran dalam kriminologi itu berbeda dalam melihat atau mengartikan apa yang disebut sebagai kejahatan, termasuk perilaku menyimpang remaja. Kriminologi positif menganggap perilaku-perilaku anak atau remaja yang melanggar hukum pidana, dan apabila pelakunya orang dewasa maka disebut sebagai kejahatan. (Travis Hirschi, 1969:6).
Berangkat atas dasar pemaparan pengertian di atas maka, perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang dapat terjadi pada manusia muda, dewasa, atau tua baik laki-laki maupun perempuan. Perilaku menyimpang ini tidak mengenal pangkat atau jabatan dan tidak juga tidak mengenal waktu dan tempat. Penyimpangan bisa terjadi dalam skala kecil maupun skala besar.
Perilaku menyimpang didefinisikan sebagai perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Batasan perilaku menyimpang ditentukan oleh norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suatu tindakan yang mungkin pantas dan dapat diterima di satu tempat mungkin tidak pantas dilakukan di tempat yang lain
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang adalah perilaku manusia yang bertentangan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2.      Remaja
Istilah remaja secara hukum normatif sulit dicari batasannya. Istilah yang umum dalam hukum positif ialah belum cukup umur (minderjarijg) atau belum dewasa. Dua istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan batasan umur. Sayangnya terjadi dualisme pengaturan dalam sistem hukum negeri ini saat menentukan batasan usia seseorang dikatakan belum dewasa atau belum cukup umur.  (Hadisuprapto, 2004:10)
Istilah remaja (adolescence) juga berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock 1980 : 206) dengan mengatakan “secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat (dewasa) kurang lebih berhubungan dengan masa di waktu puber. Termasuk di dalamnya adalah perubahan intelektual yang lebih dalam berpikir. Perubahan intelektual dari cara berpikir remaja inilah yang memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosialnya dengan orang dewasa, yang merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan.”
Remaja pada akhirnya akan mengalami perubahan. Mereka akan mengalami perubahan fisik yang sangat pesat dan perubahan itu juga bersamaan dengan perubahan sikap dan juga perilaku. Perubahan menyeluruh yang terjadi pada setiap remaja, pertama yaitu emosi yang meninggi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis. Kedua adalah perubahan pada fisik, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial. Ketiga adalah dengan adanya perubahan minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Terakhir adalah mereka menginginkan dan menuntut kebebasan namun mereka sendiri lebih sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat menangani tanggung jawab yang ada. Seperti yang diungkapkan oleh Kartono (1992 : 66) bahwa
“pada masa adolensi anak mulai menemukan nilai-nilai hidup baru, sehingga semakin jelaslah pemahaman tentang keadaan sendiri. Ia mulai bersikap kritis terhadap obyek-obyek di luar dirinya; dan ia mampu mengambil sintese antara dunia luar dan dunia internal.”

Undang-undang tertentu menentukan batas usia seseorang belum dewasa bila umurnya kurang dari 21 tahun (Burgelijk Wetboek, UU No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak), sementara ketentuan peraturan perundang-undangan lain menentukan batas usia seseorang belum dewasa adalah dibawah 18 tahun, (UU tentang HAM, UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Kondisi pengaturan perundang-undangan menyangkut anak-anak yang demikian itu sudah barang tentu akan mempengaruhi langkah-langkah perlindungan hukum bagi anak-anak pada umumnya dan anak-anak pada khususnya.
Chaplin  (1981:12)  menjelaskan  definisi  remaja  adalah  periode  antara pubertas dan kedewasaan. Usia yang diperkirakan : 12-21 tahun untuk anak gadis, yang lebih cepat menjadi matang daripada anak laki-laki, dan antara 13 hingga 22 tahun bagi anak laki-laki.
Remaja menurut Monks (2006 : 262) dibagi atas tiga tahapan yaitu remaja awal  usia  12-15  tahun,  remaja  pertengahan  usia  15-18  tahun,  dan  remaja  akhir usia 18-21 tahun.  Remaja menurut WHO (dalam Sarwono 2011 : 12) membagi kurun usia menjadi 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun.
Sedangkan  menurut  pandangan  dari  masyarakat  Indonesia  sendiri  dalam menentukan definisi remaja secara umum agak sulit karena Indonesia terdiri dari banyak suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Pedoman yang dipakai adalah batasan usia remaja 11-24 tahun dan belum menikah. Hal itu dengan adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut (Sarwono 2011 : 18) :
1.      Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak (kriteria fisik).
2.      Masyarakat Indonesia menganggap usia 11 tahun sudah akil baligh ,baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi  memperlakukan  mereka  sebagai  anak-anak  (kriteria  sosial).   
3.      Pada  usia tersebut  mulai  ada  tanda-tanda  penyempurnaan  perkembangan  jiwa  seperti tercapainya identitas diri (ego identity, menurut Erick Erickson), tercapainya fase genital dan perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan  kognitif  (menurut  Piaget)  maupun  moral  (menurut  Kohlberg) (kriteria  psikologis). 
4.      Batas  usia  24  tahun  merupakan  batas  maksimal,  yaitu untuk  memberi  peluang  bagi  mereka  yang  sampai  batas  usia  tersebut  masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai  16 orang dewasa (secara adat/ tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya.
5.      Status perkawinan sangat menentukan pada definisi di atas, karena arti  perkawinan  masih  sangat  penting  di  masyarakat.  Seorang  yang  sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik  secara hukum  maupun dalam kehidupan masyarakat  dan keluarga. Makadari itu definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang belum menikah.

Kemudian, Secara psikologis, Singgih Gunarso (1990:2) mengelompokkan tingkatan usia dikaitkan dengan kondisi kejiwaan seseorang sebagai berikut :
a.       Anak  adalah seseorang yang berumur di bawah 12 tahun.
b.      Remaja dini adalah seseorang yang berumur antara 12-15 tahun.
c.       Remaja penuh adalah seseorang yang berumur antara 15-17 tahun.
d.      Dewasa muda adalah seseorang yang berumur antara 17-21 tahun.
e.       Dewasa penuh adalah seseorang yang berumur diatas 21 tahun.
Mempertimbangkan mengenai “kerancuan” akan pengaturan perundang-undangan yang menyangkut batasan usia tentang anak, dan mempertimbangkan konsepsi anak menurut kajian ilmu-ilmu perilaku, maka dalam studi ini remaja adalah seseorang berumur antara 12-21 tahun.

C.    Penelitian Relevan
Kajian penelitian yang relevan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
Hasil penelitian Paulus Hadisuprapto, 2004.  Makna Penyimpangan Perilaku di Kalangan Remaja. Dalam pembahasannya Pemaknaan perilaku remaja tehadap perilaku-perilaku mereka pada dasarnya tidak muncul begitu saja, melainkan wujud dari proses interaksi dan pemodifikasian “nilai” yang diperoleh dari pelbagai pengalaman hidup mereka di lingkungan keluarga, teman sebaya dan masyarakat sekitarnya.  
Selanjutnya Julianti Siagian, 2012. Tinjauan Tentang Perilaku Menyimpang Remaja di Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru Kota Medan. Suatu perilaku dikatakan menyimpang apabila perilaku tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat.

Dewasa ini seringkali terjadi perilaku menyimpang dalam hal pergaulan remaja sehari-hari baik itu dalam hal berbicara, bertindak seolah tidak ada aturan dalam masyarakat itu.  Sebagai contoh di sini adalah mabuk-mabukan di pinggir jalan, yang tidak sepantasnya diperlihatkan di muka umum, , merupakan fenomena atau hal baru bagi masyarakat khususnya di Desa Simpang Tutup. Hal ini tentunya merupakan suatu masalah baru bagi masyarakat karena tidak adanya kesesuaian antara adat, budaya, norma serta aturan main daerah itu dengan adanya perkembangan zaman (trend) saat ini,
Singkatnya  kurang  lebih  setengah  dari  jumlah  remaja  masa  kini    sudah banyak yang telah mencoba dan memakai lem banteng untuk mabuk-mabukan dianggap  abnormal  jika  hal  tersebut  bersifat  self-defeating,  menyimpang  dari  norma  sosial,  menyakiti  orang  lain,  menyebabkan distress  personal,  atau  mempengaruhi  kemampuan  seseorang  untuk  berfungsi secara normal (Nevid,Rathus & Greene, 2003 : 74).
Dengan demikian, kemajuan teknologi informasi yang disalahgunakan dan merebeknya paham kebebasan yang dipahami secara serampangan akhirnya mengubah pola perilaku manusianya memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari nilai dan norma sosial yang ada. (Kolip,2010:210).
Berdasarkan hasil observasi penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penyalah gunaan lem banteng sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dimiliki oleh remaja tersebut. Jadi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu:
a.       Faktor Individu
Yaitu faktor yang berhubungan dengan remaja itu sendiri. Pelaku sulit menyesuaikan diri atau proses adaptasi dengan perkembangan zaman dan susunan lingkungan eksternal. Faktor individu juga berkaitan dengan kematangan faktor-faktor  usia, kronologis, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kecerdasan emosional.
b.      Faktor Eksternal
Pengaruh lingkungan tempat tinggal, teman serta pergaulan dan adanya ilmu pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi yang masuk ke ranah mereka.
c.       Ketidakharmonisan Dalam Keluarga
Ketidakharmonisan dalam keluarga di dalam struktur keluarga biasanya anggota keluarganya saling mempertahankan egonya masing-masing sebagai wujud merasa benar di  antara mereka, sehingga banyak di antara mereka mencari pelampiasan dengan melakukan tindakan penyimpangan.
Orang tua juga kurang kontrol terhadap anak. Ada didikan orang tua yang keras sehingga menyebabkan tekanan pskilogis anak merasa terganggu akibatnya jadi pemalu, dengan kondisi yang seperti ini ketika ke luar melihat kenyataan di luar dirinya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan.
d.      Sikap Mental Yang Kurang Sehat
Yang dimaksud dengan mental adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jiwa, kehendak, dan pikiran manusia. Sikap mental yang kurang sehat berarti keadaan jiwa seseorang atau sekelompok orang yang tidak stabil sehingga berperilaku di luar batas pemikiran manusia pada umumnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan bahwa anak sangat ditentukan oleh kontrol orang tua, pendekatan terhadap anak, sosialisasi mengenai dunia luar. Hasil penelitian demikian dinyatakan dalam bentuk angkah atau huruf. Perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor, baik yang berasal dari dalam atau luar dirinya.
Berdasarkan penelitian relevan diatas maka penelitian yang akan peneliti lakukan ini berbeda dengan penelitian diatas, yang mana bedanya penelitian ini terfokus pada Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci.

Permasalahan demikian terlihat dari cara dia bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, gaya hidup, bertindak dan berperilaku dan sopan santun terhadap orang yang semestinya diharhagai terutama pada orang tua, perilaku remaja yang meresahkan masyarakat yang tentunya dapat mengganggu ketertiban dan ketengan masyarakat.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Pendekatan Dan Tipe Penelitian
Penelitian atau research merupakan “serangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan” (Azwar 2010:1). Berdasarkan jenis masalah yang diteliti dan tujuannya, penelitian ini menggunakan metode kualitatif.
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 2005: 4) menyatakan bahwa :
penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.”

Alasan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang akan di bahas tidak akan berkenaan dengan angka-angka, tetapi mendeskripsikan secara jelas, terperinci, serta memperoleh data yang mendalam dari fokus penelitian.

19
Penelitian ini dilakukan atas dasar suatu kasus yang terjadi dalam suatu kelompok yaitu remaja, yang menimbulkan ketidaknyamanan di dalam kelompok masyarakat tersebut khususnya di desa Simpang Tutup. Kasus itu membuat sebagian besar orang tidak nyaman dengan keadaan tersebut, yaitu mengenai perilaku remaja yang menyimpang. Adanya penyimpangan tersebut membuat peneliti ingin mengungkap tentang perilaku menyimpang yang terjadi pada diri remaja. Dalam kasus ini, perilaku meyimpang penyalah gunaan lem banteng bagi remaja dapat dipahami secara mendalam melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus.  
Penelitian kualitatif selalu berusaha mengungkap suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Hasil penelitian diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobyektif dan sedetail mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari obyek studi.
Moleong (2005: 6) menjelaskan bahwa :
penelitian kualitatif adalah “penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah”.

Penelitian dengan rancangan studi kasus dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu/subyek yang diteliti (Alsa 2010 : 55).

B.     Informan Penelitian
Informan adalah orang yang dimanfaat untuk memberikan informasi situasi dan kondisi dalam penelitian. Informasi dalam penelitian ini diambil dengan secara purposive sampling (penunjukan) yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2010: 33).
Dalam penelitian ini informan ditetapkan subjek sesuai dengan karakteristik penelitian purposive sampling (penunjukan), yaitu berdasarkan pertimbangan tertentu. Artinya hanya orang yang dianggap paling tahu tentang masalah yang dikaji. Penetapan subjek yaitu dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive ini dilakukan dengan cara mengambil subjek didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Moleong (2005 : 97).
Adapun kriteria informan penelitian ini antara lain: 1. Remaja, 2. Orang tua dan masyarakat setempat. Dalam hal ini peneliti mengambil informan yaitu orang-orang yang dapat memberi informasi dan data yang maksimal mengenai Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci.

C.    Jenis Data
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer tentang Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci. dengan metode  antara lain observasi, wawancara, serta dokumentasi.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti data pemerintah desa setempat.


D.    Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan teknik pangumpulan data dengan menggunakan:
1.        Wawancara
Wawancara adalah percakapan  dengan maksud tertentu yang dilakukan dengan kedua belah pihak yaitu, pewawancara (interviewer yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2005:186).
Wawancara mendalam bersifat terbuka dalam pelaksaannya dan tidak hanya mewawancarai satu kali saja tetapi berulang-ulang dan mencek dalam kenyataan melalui pangamatan. Maksud mengadakan wawancara seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan guba (1985) dalam Moleong, 2005:186. antara lain menkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntunan, kepedulian.
2.        Observasi
Observasi adalah metode pengukuran data dimana peneliti mencatat langsung pengalaman yang disaksikan selama penelitian. Dalam hal ini panca indra manusia diperlukan untuk menangkap gejala yang diamati. Apa yang di tangkap tadi, dicatat dan selanjutnya catatan tersebut di analisis.
Observasi adalah suatu teknik atau cara untuk mengumpulkan data di lapangan yang dilakukan dengan melihat dan mengamati secara actual dan nyata. Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan perilaku nyata yang wajar sehingga apa yang diharapkan dari tujuan penelitian ini benar-benar  secara maksimal.(George Ritzer, 2009:62)
Metode observasi dalam penelitian ini dilakukan karena apa yang orang katakan terkadang berbeda dengan apa yang orang lakukan. Metode ini diharapkan dapat membantu menemukan data maupun sebagai pembanding dengan data yang telah ada.
Observasi dan pengamatan lapangan ini dilakukan dengan cara melihat keadaan kehidupan masyarakat baik social dan perilakunya.
Selanjutnya tahap kedua adalah kritik sumber yakni merupakan tahap pengolahan data atau menganalisis sumber informasi baik internal maupun eksternal yaitu dengan cara melakukan pengujian terhadap keaslian informasi.
3.        Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah dokumen, yang artinya barang-barang tertulis (Arikunto, 2002: 131). Dalam KBBI dokumentasi didefinisikan sebagai pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain. Jadi dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui barang tertulis seperti : catatan-catatan dokumen atau dokumen tertulis yang berkaitan dengan masalah yang menjadi   subyek penelitian peneliti. Metode ini digunakan peneliti untuk memperoleh dokumen atau data yang ada di lapangan.
Selain itu, menurut Bungin (2007:124) studi dokumen adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya studi dokumen adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dengan demikian, pada penelitian sejarah, maka dokumen memegang peranan amat penting. Walau metode ini digunakan bayak digunakan pada penelitian ilmu sejarah, namun kemudian ilmu-ilmu sosial lain secara serius menggunakan studi dokumen sebagai metode pengumpulan data.
Oleh karena sebenarnya sejumlah besar fakta-fakta dan data sosial tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumen. Di dalam melaksanakan studi dokumen, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.

E.     Unit Analisis
Unit analisis merupakan prosedur pengambilan sampel yang didalamnya mencakup sampling dan satuan kajian. Tujuannya untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Unit analisis dalam penelitian ini memfokuskan pada penyalah gunaan lem banteng. Sehubungan dengan penjelasan mengenai karakteristik unit analisis, Moleong (2005 : 224) menjelaskan bahwa :
Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Selain sampling juga terdapat satuan kajian, Moleong (2005 : 225) menjelaskan bahwa:
Satuan kajian biasanya ditetapkan juga dalam rancangan penelitian. Keputusan tentang penentuan sampel, besarnya dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan seperti siswa, klien, pasien yang menjadi satuan kajian. Bila seseorang itu sudah ditetapkan sebagai satuan kajian, maka pengumpulan data dipusatkan disekitarnya. Yang dikumpulkan ialah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.

Pada penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah perilaku meyimpang penyalah gunaan lem banteng bagi remaja, sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah faktor perilaku menyimpang. Narasumber primer dalam penelitian sebagai subjek utama penelitian, dan orang yang terdekat serta yang mengikuti perkembangan narasumber primer dijadikan sebagai narasumber sekunder. Melalui sub unit analisis tersebut akan digali berbagai informasi yang berkaitan dengan perilaku menyimpang  remaja.
Sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus intrinsik yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif, mengetahui lebih dalam tentang Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci.

F.     Analisis data
Melakukan analisis berarti melakukan kajian untuk memahami struktur suatu fenomena-fenomena yang ada di lapangan. Analisis dilaksanakan dengan melakukan telaah terhadap fenomena atau peristiwa secara keseluruhan, maupun terhadap bagian-bagian yang membentuk fenomena-fenomena tersebut serta hubungan keterkaitannya. Dengan demikian, data atau informasi yang dikumpulkan yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian akan dianalisis berupa pengelompokan dan pengkategorian data dalam aspek-aspek yang telah ditentukan, hasil pengelompokan tersebut dihubungkan dengan data yang lainnya untuk mendapatkan suatu kebenaran.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang dilakukan menurut model Miles dan Huberman melalui langkah-langkah sebagai berikut : Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Moleong (2005:248). Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelolah, mensintensiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Menurut Seiddel yang dikutip oleh Moleong (2005:248). Proses analisis data kualitatif berjalan dengan cara sebagai berikut :
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.
Berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.
Setelah hasil penelitian telah teruji kebenarannya maka peneliti menarik kesimpulan tentang Perilaku Menyimpang, Penyalah Gunaan Lem Banteng bagi Remaja di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci. dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian (Iskandar, 2009: 223)

G.    Lokasi Penelitian
Karena topik terkait dengan penelitian yang akan dikembangkan dalam ruang lingkup perilaku menyimpang, penyalah gunaan lem banteng, maka penelitian ini akan direncanakan di Desa Simpang Tutup Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci dengan alasan karena  remaja di Desa Simpang tutup tersebut sudah tidak lagi bertumpu pada nilai-nilai sosial, adat-istiadat, tatakrama serta perilaku-perilaku yang meresahkan masyarakat, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahuinya secara mendalam.

H.    Jadwal Penelitian
Setiap rancangan penelitian perlu dilengkapi dengan jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam jadwal berisi kegiatan apa saja yang akan dilakukan, dan berapa lama akan dilakukan penelitian.

Jadwal penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Jadwal Penelitian
Bulan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus
Sep
Okt
Nov
Pengajuan proposal










Pemberian SK










Bimbingan










Seminar










Penelitian










Bimbingan










Kompre










Bimbingan










Wisuda











Tabel 1.1. Deskripsi Jadwal Penelitian


DAFTAR PUSTAKA


BUKU-BUKU :

Agustiani, Hendriati. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Refika Aditama

Alsa, Asmadi. 2010. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya
Dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta : PustakaBelajar.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta
_______, Suharmini.  2009.  Psikologi  Anak  Berkebutuhan  Khusus.  Yogyakarta  :  Kanwa Publisher
Azwar, Syaifuddin. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :
Pustaka Belajar.

Bogdan dan Taylor. 1992. Participan Observation In Organization Setting. N.Y. Sup.
Bungin, Burhan. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja      Persada.

Chaplin, J.P, 1981. Kamus Lengkap Psikologi. (EdisiRevisi). Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.

Gunarso, Singgih.1989. Perubahan Sosial dalam Masyarakat. Jakarta: Pusat antar Universitas Ilmu-ilmu.

Hadisuprapto, Paulus.1989. Studi tentang makna penyimpangan perilaku di kalangan remaja. Jakarta : Remaja Karya.

Hurlock,  Elizabeth  B.  1980.  Psikologi  Perkembangan  :  Suatu  Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (EdisiKelima). Jakarta : Erlangga. .
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Dan Sosial. Jakarta: GP Pres.
Kartono, Kartini. 1998. Patologi sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Koentjaraningrat. 1977. Pengantar Antropologi Pokok-pokok Etnografi. Jakarta : Rineka Cipta.
Kolip, Usman. 2010. Pengantar Sosiologi (Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi dan Pemecahannya). Bandung : Kecana Prenada Media Group.
Moleong, Lexy. 2005. Meodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda.

_______­­.1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Nurseno. 2009. Sosiologi Pengantar. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Poerwadaminta. 1995. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poloma, Margaret. M. 2003. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Seokanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soejono. 1996. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Devi,F.Tiara. 2013. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Seksual Menyimpang  Pada Remaja Tunagrahita SLB N Semarang (Jurnal Psikologi Fakultas  Ilmu Pendidikan Universitas  Negeri  Semarang).  


SKRIPSI :

Paulus Hadisuprapto, 2004.  Makna Penyimpangan Perilaku di Kalangan Remaja.
Julianti Siagian, 2012. Tinjauan Tentang Perilaku Menyimpang Remaja di Kelurahan Titi Rantai Kecamatan Medan Baru Kota Medan.

INTERNET :

(http://www.pelita.or.id/baca. php? id= 39750, diakses pada tanggal 02 April 2014 Pukul 22.40 Wib).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar